PERAN ORANG TUA MENDUKUNG MUTU PENDIDIKAN ANAK

SEBASTIANUS FEDI, S.Si, M.Pd
Disampaikan dalam Kegiatan Ilmiah Kemasyarakatan, Juli 2016, di Desa Lolang, Satar Mese, Kab. Manggarai

Banyak masalah yang dihadapi orang tua terkait pendidikan anaknya. Masalah terbesar adalah kegagalan anak (gagal kuliah/sekolah). Masalah berikut, misalnya: anak telah selesai kuliah atau prestasi bagus, tapi  namun kemauan kerja rendah/menganggur, memiliki kebiasaan hidup yang negatif seperti minum mabuk atau berjudi. Hal seperti ini bukanlah kesalahan pendidikan di sekolah, tetapi ada faktor-faktor lingkungan atau faktor keluarga yang membentuk karakter buruk pada seorang anak. Sekolah tidak pernah mendidik untuk melakukan perbuatan menyimpang. Bahkan umumnya, keluarga juga selalu berusaha agara anaknya tidak melakukan tindakan menyimpang.

Masalah seperti dalam pendidikan anak memang menjadi fenomena umum. Survey oleh Tim Pendidikan Karakter menunjukkan bahwa di Indonesia, 8 dari 10 keluarga mengeluh akan pola hidup anak mereka (pendidikankarakter.com). Di sini, pihak keluarga harus menyadari dan memahami peran-peran yang dapat menunjang pendidikan anak, terutama pendidikan karakter. Orang tua harus proaktif dalam kegiatan pendidikan anaknya. Peran orang tua bukan sekedar menyediakan dana pendidikan.

Peran Ortu dalam Perkembangan Anak

Menurut tim pendidikan karakter (pendidikan karakter.com), ada 9 hal utama yang dilakukan orang tua:

1.   Melakukan pengawasan

Anak perlu dipantau, diawasi dan diarahkan ke hal-hal positif. Pengawasan bukan mengekang. Jika anak dikekang, anak akan memberontak. Pengawasan oleh orang tua fungsinya untuk menghindari anak terjerumus dalam hal-hal negatif.

2.   Terbuka untuk mendengarkan anak

Anak adalah manusia. Jika ia belum dewasa, ia tetap memiliki perasaan. Apalagi kalau ia dewasa. Luangkan waktu untuk mendengarkan anak, bertanyalah apa kemauannya, terima dan dukung jika kemauan itu poasitif, berikan pertimbangan positif jika kemauan anak dinilai beresiko negatif. Mendenagrkan anak berarti menghargai dia sebagai manusia.

3.   Mengoreksi kekeliruan anak dan memberi petunjuk perbaikannya

Jika anak berbuat salah, terima resikonya, dalam arti jangan membenci anak karena kesalahan itu. Akan tetapi, berikan koreksi, cari apa penyebab tindak kesalahan dan apa solusinya. Memarahi anak yang bersalah adalah menambah beban psikologisnya. Anak bisa mengalami stress, trauma dan kemuduran mental.

4.   Hindari perbuatan yang cenderung ‘berlebihan’ untuk diri sendiri

Jika seorang mama menggunakan waktu yang ‘sangat banyak’ untuk sekedar bermake up, ini menimbulkan persepsi bagi anak bahwa memake up diri adalah pekerjaan pokok. Ini berbeda jika kita bekerja sebagai artis.

5.   Hindari perkelahian di depan anak

Anak belajar meniru. Jika ortu berkelahi, maka anak akan belajar kekerasan. Ini berdapak buruk bagi perkembangan psikologi anak.

6.   Harus konsisten

Jika ayah melarang anak untuk merokok, ayah tidak boleh merokok.

7.   Gunakan kata hati

Ortu, khususunya seorang ibu, memiliki insting tajam, kata hati yang tajam terhadap perilaku dan perkembangan anaknya. Orang tua sebaiknya menggunakan kata hati dalam mendidik anak, jangan sampai nuraninya dikalahkan oleh hal-hal lain yang menyebabkan ortu salah dalam mendidik anak.

8.   Hindari terlalu banyak menonton tayangan elektronik/TV

Dampingi anak saat menonton tV dan pilihlah tayangan yang sesuai usianya.

9.   Hindari pola hidup yang terlalu materialistis

Anak butuh “quality time bersama org tuanya”. Anak membutuhkan kehadiran ortu dalam menuntun dan menemani, bukan sekedar benda-benda seperti mainan, speda motor, laptop, dsb. Anak membutuhkan ortu utk mendengarkan, bukan swekear memberi benda lalu ortu diam. Hanya menitip benda, tanpa bimbingan akan berdampak buruk bagi psikologi anak.