A. Pendahuluan
Kadang-kadang, sulit diuraikan perbedaan antara afek
atau sikap, suasana hati, emosi, dan perasaan. Hal itu terjadi karena sebagian
besar kita menganggap afek adalah sikap, dimana sikap sangat dipengaruhi oleh
suasana hati dan perasaan. Hal ini tidak salah, sebab secara harafiah makna kata
afek dan turunannya adalah sebagai berikut:
- [Istilah dalam bidang psikologis] afek adalah perasaan dan emosi yang menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan yang pada kualitas senang dan tidak senang, nyaman mewarnai perasaan. Contoh: cinta, kebencian, kesukaan dan hobi
- [istilah dalam bidang kedokteran] afek adalah perubahan perasaan karena tanggapan dalam kesadaran seseorang (terutama apabila tanggapan itu datangnya mendadak dan berlangsung tidak lama, seperti marah)
- Afeksi, bermakna (1) kasih sayang; dan (2) perasaan-perasaan dan emosi (KBBI, 2008; disesuaikan)
Terlihat bahwa afek atau afeksi erat dengan kejiwaan
manusia, sebab istilah kedokteran juga menyangkut (terimplisit) kejiwaan
manusia. Sementara itu, emosi adalah ungkapan perasaan. Kadang-kadang juga
emosi dianggap sebagai suatu sikap,
sehingga sering kita dengar ungkapan ‘ia
bersikap emosi’. Umumnya, yang dikenal selama ini adalah makna sempit dari ‘emosi’ karena emosi dikonotasian hanya bermakna
marah. Padahal, emosi dibagi menjadi
dua, yakni emosi positif dan negatif.
Dalam dunia pendidikan, guru dan semua stakeholder
sebaiknya harus memahami makna masing-masing istilah tersebut. Secara
operasional, mungkin saja kata-kata ini jarang dipakai sebagaimana makna
ilmiahnya, seperti arti harafiah menurut kamus di atas. Akan tetapi, memahami
makna istilah-istilah ini adalah bekal berharga agar guru, orang tua, atau
pihak yang berpartisipasi dalam urusan pendidikan, mampu bersikap atau
merancang strategi ‘mendidik´ yang
benar-benar sesuai dengan kondisi psikologis anak didik atau siswa. Sebab,
kegiatan pendidikan erat kaitannya dengan psikologi peserta didik.
Uraian dalam tulisan kali ini, dapat membantu kita
memahami secara mendalam makna masing-masing istilah (kata) tersebut.
B. Pengertian
Afek (Affect), suasana Hati (Mood), Emosi (Emotion),
dan Perasaan (Feeling)
Afek, suasana hati, emosi dan perasaan memiliki
kesamaan fungsi yaitu sebagai pemberi sinyal yang menimbulkan perubahan
fisiologis dan psikologis pada individu untuk secara lebih adaptif merespons rangsangan
(stimulus) dari lingkungan.
Afek:
Afek mencakup pengertian sikap, nilai-nilai (value),
semangat belajar, tanggungjawab, dan keterlibatan emosi siswa (Bloom, 1982).
Denton dan McKinney (2004) menunjukkan delapan aspek afektif yg berkorelasi
posoitif dengan prestasi yaitu: (1) merasa mampu (2) menganggap penting
(3) komitmen melakukan tugas (4) Merasa
rileks selama ikuti pelajarn (5) merasa sebagai anggota kelas, (6) merasa
diterima dan dihargai oleh guru (7) merasa tertarik dengan pelajran dan (8) mersa diterima dan dihrgai oleh
teman2 kelas.
Suasana Hati (mood) :
Merefleksikan perubahan temporer ‘afek’ berkaitan
dengan harapan tentang kecenderungan umum positif atau negatif. Sebagai bagian dari afek, suasana hati juga
berfungsi untuk memberi sinyal atau informasi kepada individu tentang
kemungkinan senang atau kecewa dalam suatu interaksi dengan lingkunagan sosial
atau fisik. Suasana hati menjadi cerah jika lingkungan memberikan kesenangan
dan menjadi muram jika lingkungan tidak memberikan kesenangan. Suasana hati
yang baik dapat meningkatkan perilaku
kecenderungan mendekat ke interaksi sosial, perilaku prososial, dan
tantangan. Sedangkan suasana hati yang buruk meningkatkan respon semakin
menjauh dan membela diri.
Contoh, seorang anak dengan suasana hati tidak
tenang, akan menolak untuk makan bersama keluarga, walaupun disajikan makanan
yang sangat enak. Demikian juga, jika siswa mengikuti pembelajaran di kelas
dengan ‘hati yang tidak tenteram’. Kosentrasi siswa tersebut besar kemungkinan
akan terganggu sehingga materi pelajaran menjadi tidak bermakna, bahkan ia
cenderung ingin segera pelajaran berakhir. Siswa seperti ini ingin segera
bermain atau beraktifitas tanpa suatu aturan, beraktifitas secara tidak formal.
Karena dengan demikian, ia akan merasa bebas dari suasana hati yang kacau.
Emosi :
Emosi merupakan jenis khusus dari afek yang
merefleksikan eksistensi tujuan spesifik individu sehingga reaksi emosi lebih
jelas dan lebih kuat daripada suasana hati yang bersifat umum dan temporer.
Emosi primer bersifat universal artinya berlaku umum, dialami/diterima/diakui
banyak orang. Yang termasuk emosi primer adalah senang/bahagia, sedih, takut,
marah, terkejut, dan jijik. Misalnya saat melihat kue, semua orang ingin
memakannya, sebaliknya jia melihat kotoran semua orang pasti jijik.
Emosi sekunder yaitu beberapa perilaku dilabeli emosi
terutama emosi sosial, seperti perilaku malu, irihati, rasa bersalah, dan
bangga. Ini tidak berlaku pada semua orang. Ada orang yang malu jika tampil
menyanyi di depan umum, tetapi ada orang yang malah merasa bahagian dan bangga
jika menyanyi dan ditonton banyak orang.
Pembagian
jenis emosi menurut Lazarus (1991, dalam Prawitasari 2012) membaginya menjadi
dua yaitu (1) kelompok emosi negatif dan kelompok emosi positif. Emosi negatif:
marah, takut, cemas, rasa bersalah, malu, sedih, irihati dan jijik; (2) Emosi
positif: senang, bahagia dan cinta.
Emosi negatif muncul dari anggitan (appraisal)
terhadap stimulus lingkungan yang tidak sesuai dan tidak sama (goal irelevance dan goal incongruence) dengan tujuan sehingga stimulus dipandang
menunda, menghilangkan, menentang, atau bahkan mengancam tujuan individu. Emosi
positif muncul dari anggitan terhadap stimulus lingkungan yang sesuai dan sama
dngan tujuan (goal relevance dan goal congruence) sehingga stimulus
dinilai mendukung pencapaian tujuan individu. Menurut Lewin (1992) tujuan
individu adalah merefleksikan nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam hal intensitas, emosi mencakup dua keadaan
yakni keadaan perasaan subjektif (emotion
as state) dan kesiapan untuk bertindak [(action readiness, Lazarus, 1991; dalam Prawitasari, 2012)].
Ekspresi suatu emosi selalu melibatkan dua hal tersebut, yang selalu dibarengi
dgn perubahan fisiolgis. Misalnya, marah selalu merupakan perasaan yg disertai
dengan perubahan fisiologis spt aktifitas otak, biokimia tubuh, detak jantung,
ritme pernafasan, dan tingkat tekanan darah di otot-otot, yg memungkinkan
ndividu siap bertindak menyerang objek penyebab marah, baik secara verbal
maupun non verbal, secara intensif daripada ketika ia sedang tidak marah.
Demikian juga dgn jenis emosi lainnya spt takut, sedih, riang, gembira, jijik,
dan terhina, selalu berkaitan dgn keadaan subjektif dan perubahan fisiologis yg
menyiapkan individu utk bertindak tertentu. Menurut Frijda (2004), emosi bisa
muncul dlm bentuk perilaku yg meledk-ledak atau impulsif.
Sebagai suatu keadaan dan kesiapan bertindak, emosi
terwujud dalam reaksi spontan dan reaksi konstan (Lazarus, 1991). Dalam reaksi
spontan, emosi akan muncul spontan ketika menghadapi situasi khusus dan anggitan
khusus pula, misalnya, seorang siswa spontan marah letika bukunya dirobek
teman. Sebagai reaksi konstan, suatu emosi ertentu menjadi respon permanen yang
terwujud dalam kecenderungan konstan (tetap) seseorang. Artinya, seseorang
sering menggunakan salah satu emosi dan tindakan tertentu dalam mereaksi
berbagai lingkungan. Misalnya, dalam mereaksi inglah laku nakal siswa, seorang
guru cenderung menggunakan emosi marah dan menjewer
telinga, sehingga siswa yg sering dimarahi dan dijewer akan mengatakan guru
tersebut pemarah, memiliki sifat suka marah, atau mudah marah.
Perasaan:
Perasaan adalah emosi yg dirasakan dan diketahui oleh
individu (Damasio, 1999, dalam Prawtasari, 2012). Manusia dilengkapi kesadaran
yg memungkinkan dia mengetahui perasaannya, dan selanjutnya emosi berinteraksi
dengan proses berpikir. Emosi yg dikenali oleh pikiran dapat meningkatkan
kemampuan individu untuk merespons secara lebih adaptif, penuh kehati-hatian
terhadap stimulus untuk bertahan hidup. Dengan demikian perasaan merupakan
perlengkapan yang lebih kompleks daripada emosi karena sudah melibatkan
kesadaran. Pola sinyal sensoris seperti sakit dan nikmat juga telah menjadi
perasaan jika seorang telah mengetahui bahwa ia merasakannya, misalnya ia
merasakan (mengetahui) sedang sakit atau merasa (mengetahui) sedang nikmat.
C. Peran
Panca Indera
Afek hingga emosi tidak akan pernah terjadi jika
manusia tidak memiliki alat indra. Semua stimulus dari lingkungan diterima
reseptor untuk diteruskan ke otak atau sumu-sum tulang belakang. Dengan
pertimbangan otak (pikiran, penalaran) maka muncul reaksi berupa afek, suasana
hati, mood, atau emosi dan perasaan. Kadang-kadang, rangsangan tidak ditanggapi
dengan pertimbangan penalaran, tetapi otot tubuh dikomandoi secara otomatis
untuk segera bereaksi. Misalnya, seorang menginjak kerikil tajam, maka dengan
sendirinya akan terkejut dan secara refleks mengangkat kaki. Komando otomatis
itu berpusat di sum-sum tulang belakang manusia.
Kelima panca indera manusia disebut external senses karena secara umum
diyakini bahwa melalui kelima alat indra itu
kita berhubungan dengan dunia luar. Masing-masing alat indera memiliki
objek sendiri-sendiri, namun kelimanya dapat secara bersama-sama atau
berpasang-pasangan atau malahan secara simultan bekerja atas suatu rangsangan
(membantu tubuh untuk memberi respon).
Kulit yang merasa
sakit akan merangsang otak untuk memerintahkan organ mulut ‘berteriak’. Alat indera mebantu otak untuk menentukan sikap.
Walaupun di masyarakat kita ada istilah ‘bersikap
tanpa otak’, tetapi sebenarnya semua sikap (secara sadar) telah
dipertimbangkan oleh otak. Emosi negatif pun, wajar secara alamiah sebagai
manusia, dengan pertimbangan otaknya. Dalam hal ini, afek yang dipamerkan adalah kombinasi pertimbangan pikiran dan perasaan (feeling).
Sesempurna apa pun alat indera manusia, tidak akan
bermakna apa-apa jika tidak disertai perasaan. Hal ini menjadi dasar sehingga
dalam peradabannya, manusia kemudian menciptakan nilai dan norma. Norma
merupakan manifestasi (perwujudan) dari kumpulan afek manusia yang berkoloni dalam suatu komunitas sosial. Dalam hal
ini, afek-afek tersebut diakui dan
diterima derajat kebenarannya dalam komunitas. Contoh, nilai persatuan,
ditunjukkan dengan sikap bersahabat, yang mana rangsangannya datang dari
lingkungan berupa sesama manusia. Nilai religius, kekudusan masuk surga merangsang manusia untuk mewujudkan sikap taat beragama.
Oleh: Sebastianus Fedi, S.Si
KEPUSTAKAAN
Prawitasari,
Johana E. 2012. Psikologi Terapan-Melintas
Batas Disiplin Ilmu. Jakarta, Erlangga.
Sudarminta,
J. 2002. Epistemologi Dasar-Pengantar
Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius
What a nice info ! Terimakasih ��
ReplyDeletemantap gan
ReplyDeletenice good artikel
ReplyDeleteMy blog
Izin ya admin..:)
ReplyDeleteYuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353