SEBASTIANUS FEDI, S.Si,M.Pd
Dipaparkan pada Diskusi Ilmiah, diselenggarakan
oleh Pemdes dan OMK Heso Momang, di Desa Golo Wune, Poco Ranaka, Manggarai Timur
- PENGANTAR
Mengapa
muncul ungkapan ‘Sarjana Tak Berguna’, atau ‘Percuma Sekolah Tinggi’?
Ungkapan seperti di atas, merupakan wujud kekesalan masyarakat (orang lain) terhadap tingkah
laku seorang yang telah diketahui ‘terpelajar’ namun tingkah lakunya menyimpang
dari norma dan aturan hukum yang ada. Mengapa hal ini terjadi?
Unesco,
menekankan empat pilar pendidikan, yang diringkas dalam semboyan “Learning to know, Learning to be, Learning
to do, Learning to live together”. Empat pilar ini merupakan bagian dari ide
dan upaya membentuk manusia yang tidak hanya pintar secara teori, tetapi juga
hebat dalam bersikap, menghayati/mengamalkan dan berbuat/bertindak sehingga
membentuk masyarakat yang ilmiah, makin maju dengan kualitas hidup yang makin
mumpuni.
Namun,
tidak bisa dipungkiri bahwa hingga kini, umumnya secara awam, belajar dianggap identik dengan kegiatan
mempelajari materi suatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Anggapan ini
tidak salah, karena memang kegiatan belajar menyatu dengan kegiatan
pendidikan/sekolah secara formal. Namun, yang harus kita sadari adalah: belajar
bukan sekedar mengejar kepintaran di atas kertas, tidak sekedar pintar secara
teoritis, tetapi belajar adalah upaya agar kualitas hidup makin baik.
Belajar
harus dipahami sebagai upaya mengembangkan potensi diri secara utuh, agar
terbentuk manusia yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu melakukan
kegiatan bermutu di tengah masyarakat.
Perhatikan
ilustrasi berikut:
Pohon
manakah yang terbaik?
Seorang
anak (atau seorang manusia), harus dikembangkan secara berimbang antara
penguasaan konsep IPTEK dengan relasi terhadap sesama dan kegiatan praktis di
tengah masyarakat. Relasi terhadap sesama merupakan hal mutlak, sebab sebagai
manusia, seorang terpelajar tidak bisa hidup menyendiri. ilmu, pengetahuan dan
keterampilannya dianggap mubasir jika tidak ada orang lain yang mampu menilai
kegunaan dan kontribusinya.
Dalam
masyarakat, seharusnya belajar dipandang secara holistik/menyeluruh, meliputi (1)
upaya penguasaan ilmu pengetahuan, (2) upaya pembentukan karakter bajik, (3) upaya
pembentukan sikap yang baik dan benar, (4) upaya pembentukan keterampilan/kecakapan
hidup/kemampuan kerja, dan (5) mampu hidup bersama orang lain secara lebih modern.
Dalam bahasa Inggris dikenal istilah “Learning
to know, Learning to be, Learning to do, Learning to live together”
- BELAJAR: APA DAN BAGAIMANA MELAKUKANNYA?
APA ITU
BELAJAR?
Agar
tidak salah kaprah, penting mengetahui makna belajar.
1. Secara harfiah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dinyatakan bahwa
“Belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”
2. James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri ,
Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
3. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau
psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan,
nilai dan sikap.
4. Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi
Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan
oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
5. Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri,
Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
6. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi
Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi
dengan lingkungannya
Dari
definisi secara harfiah dan pendapat beberapa ahli di atas, jelaslah bahwa
belajar bukan hanya usaha menguasai muatan ilmu pengetahuan dalam suatu mata
pelajaran atau mata kuliah. Belajar adalah usaha sadar dari seorang manusia
agar memperoleh kecakapan hidup pada berbagai aspek. Aspek-aspek itu meliputi
penguasaan IPTEKS, relasi/komunikasi, peningkatan keterampilan/kemampuan kerja,
aspek religius, dan pembentukan karakter.
BAGAIMANA DAN
SIAPA YANG TERLIBAT DALAM ‘BELAJAR’?
Pertanyaan
pengumpan audiens: ‘siapa yang bisa melakukan renge ela penti?’ Jika bisa,
kenapa? Jika tidak bisa, kenapa? Akankah kita mampu melakukannya?
Salah
satu sifat dan kemampuan dasar manusia adalah cenderung meniru dan mengubah
perilaku berdasarkan perilaku/perbuatan orang lain yang telah disaksikannya,
atau berdasarkan pengalamannya. Ada suatu ungkapan yang penting dihayati: “saya mendengar, saya ingat kemudian saya
lupa, saya melihat dan saya meniru, saya
melakukan, saya ingat dan saya mengerti”. Ini berarti, ada baiknya siswa/anak
didik dengan memberi contoh perbuatan nyata atau siswa/anak dituntun
untuk melakukan. Hal inilah yang membuat kebanyakan anak tani hobi bertani dan
sulit melepaskan karakter bertaninya. Anak pebisnis sukses jadi pebisnis, anak
tukang kayu sukses menjadi tukang kayu juga, dan sebagainya. Hal ini pula yang mendasari
penggunaan alat peraga dalam urusan pendidikan formal.
Cara
belajar terbaik adalah belajar dengan melakukan atau belajar dengan pelibatan
diri seutuhnya dalam urusan yang ingin dikuasai. Jika ingin menjadi pemimpin,
maka bergabunglah dalam suatu organisasi dan berani mengemban tugas tertentu/menjalankan
kegiatan yang diatur organisasi tersebut. Misalnya menjadi pengurus seksi
tertentu. Dengan pelibatan diri seutuhnya, kemampuan dan karakter akan ditempa,
dibangun dan dikembangkan. Berdasarkan pengalaman bekerja dalam tim, seorang
akan bisa naik ke level selanjutnya, bahkan bisa memimpin suatu organisasi. Hal
ini dapat kita pahami antara lain pada: (1) system kaderisasi dalam partai
politik, (2) system pertimbangan jabatan dan kepangkatan dalam birokrasi, (3)
system senioritas dalam TNI/Polri, (4) syarat pengalaman dan kemampuan tertentu
dalam perekrutan tenaga kerja.
Di
sini, seorang yang ingin sukses belajar harus melakukan apa yang dipelajarinya,
bukan sekedar mendengar apalagi menonton. Harus ada tekad dan kemauan kuat
untuk mempraktekkan teori yang dipelajari atau berani menangani suatu urusan dengan
melibatkan diri secara langsung, berpartisipasi secara langsung. Dengan
pelibatan diri dalam suatu urusan, maka timbullah pengalaman. Siswa/anak akan
tahu, apa kelemahan dan apa keunggulan suatu cara kerja. Selanjutnya dapat
menyusun strategi kerja berdasarkan pengalaman.
Peran
orang tua/pendidik dalam upaya belajar anak/siswa adalah sebagai penuntun,
pembimbing, atau pemberi teladan/contoh. Namun, orang tua/pendidik juga bisa
belajar dari apa yang dilakukan anak/siswanya. Hal inilah yang mendasari adanya
penelitian tindakan kelas: guru menentukan tindakan pembelajaran berdasarkan
hasil pengamatan pada apa yang terjadi pada siswa. Secara umum, peran
narasumber adalah memberi contoh/teladan kepada orang yang dididik/diberi
pelajaran.
Belajar identik dengan pendidikan (baik formal,
informal, maupun nonformal. Menurut Langeneld pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak dengan tujuan mendewasakan
anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas
hidupnya sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, dinyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Apa yang dirumuskan dalam UU Sisdiknas, sejalan
dengan pikiran filsuf terkenal J.J. Rousseau (1712-1778) bahwa pendidikan
memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
Di sini, dibutuhkan kesabaran dan kejelian orang
tua/pendidik untuk membelajrkan anak/siswa. Orang tua harus memiliki
pengetahuan, ilmu dan pemahaman yang cukup tentang ‘apa bagaimana itu belajar’. Orang tua sebaiknya berdiskusi, sharing
pengalaman agar dapat mengembangkan upaya pembelajaran terhadap anaknya.
Bagi anak/siswa, harus mau dicontohi, mau diayomi
dan mau melakukan sesuai instruksi pendidik, agar memperoleh penagalaman,
mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Akan terjadi pertimbangan
untuk melakukan hal terbaik demi kesuksesan.
Jika ada perbuatan mendidik, maka harus ada
pendidiknya. Pendidik adalah orang yang memikul pertanggungjawaban untuk
mendidik. Siapa saja pendidik itu?
ü Guru,
ü Orang tua,
ü Masyarakat,
ü Siswa itu sendiri (mendidik diri sendiri atau
sejawat)
Karena itu, belajar dapat dilakukan di mana saja,
menimba ilmu dari siapa saja.
- KEKUATAN DAN KEPUTUSAN MENUJU TUJUAN BELAJAR
Tujuan belajar adalah mengubah diri menjadi lebih
baik. Dalam usaha ‘mengubah diri menjadi lebih baik’, dibutuhkan kekuatan untuk
berubah dan pengambilan keputusan yang tepat.
Cox dan Dainow (1986:9-13) menyatakan bahwa ada 7
elemen kekuatan untuk berubah, yaitu:
1.
Komunikasi
Kemampuan untuk mengekspresikan diri sendiri
apakah itu dengan menulis atau berceritera kepada orang lain. Sampaikan apa
yang telah anda ketahui atau mintalah apa yang anda butuhkan.
Banyak tantangan dalam belajar yang membuat anda
membutuhkan bantuan orang lain. Seorang manusia sulit mengethaui kelemahan diri
jika tidak berkomunikasi dengan orang lain.
Seorang anak sekolah harus berkomunikasi dengan
orang tua, teman atau guru sebagai kekuatan untuk melobi keperluan terkait
usaha belajarnya, atau lanjutan studinya.
2.
Ilmu dan Pengetahuan
Seorang bisa menyadari apa yang telah diketahuinya
dan apa yang belum diketahui. Harus tahu dan mengerti fakta-fakta situasi
belajar atau lanjutan studi, mengetahui sejarahnya, dan menyadari implikasinya.
Tahu tentang potensi diri sendiri, mengerti rekasi dan motivasi belajar dalam
diri. Anak yang belajar juga harus tahu tentang hak-haknya. Semua ini merupakan
kekuatan untuk mengubah diri atau mengubah situasi di mana seseorang melakukan
kegiatan belajar atau ingin melanjutkan studi.
3.
Kasih
Kemampuan untuk mengasihi dan memberikan pehatian
terhadap orang lain akan meningkatkan rasa percaya diri, maka menjadi kekuatan
untuk berubah. Dmikian juga, kasih saying dan perhatian dari orang lain akan
meningkatkan kekuatan dalam usaha untuk berubah menjadi lebih baik. Misalnya
kasih saying orang tua kepada anaknya, atau kasih sayang seorang senior
terhadap yuniornya.
4.
Gairah
Kemampuan untuk merasakan dan menghayati suatu
komitmen yang penuh gairah dalam usaha belajar adalah kekuatan besar untuk
berubah menjadi lebih baik. Gairah memberikan energi besar dalam usaha apa pun
termasuk dalam belajar.
5.
Harga diri
Hindari persasaan ‘harga diri rendah’, karena
mematikan semangat, mudah disisihkan dan bersikap underfigure dalam urusan apa
pun yang melibatkan diri anda dan orang lain. Tingkatkan rasa harga diri anda,
agar anda tidak mudah merasa diremehkan atau disisihkan. Jika merasa harga diri
rendah, maka akan sangat tak menentu dalam aktifitas hidup, termasuk dalam
belajar. Makin tinggi harga diri, makin kokoh dalam usaha untuk berubah.
6.
Penanggulangan
Harus mengetahui kapan dan bagaimana mengatasi
situasi yang sulit kita ubah. Hal ini akan menimbulkan kekuatan untuk mengubah
perasaan anda. Kekuatan akan meningkat jika melakukan tindakan yang sebenarnya mampu
dilaksanakan. Kadang-kadang ada situasi/hal yang membuat kita khawatir atau
merasa tak mampu.
Kekuatan makin meningkat jika melakukan tindakan penanggulangan
terhadap situasi yang sulit diatasi. Misalnya: menanggulangi masalah kesulitan
biaya dengan tindakan berhemat atau melakukan usaha kecilan.
7.
Kontrol
Ada ungkapan ‘kontrol diri’ atau ‘diluar kontrol’.
Istilah ini cocok untuk perbuatan ataub situasi yang kebablasan, tidak
terkendali. Misalnya: rebut dan menganggu, ejekan yang melemahkan, minum hingga
mabuk, tidur menghabiskan banyak waktu, langsung lemas jika sedikit saja merasa
sakit. Dibutuhkan kemampuan mengontrol dalam situasi seperti ini.
Kontrol adalah kemampuan mempengaruhi orang lain
atau mempengaruhi suatu situasi secara paksa. Kadang-kadang hal ini perlu
dilakukan, agar kita tidak distir orang
lain, atau kita hanyut dalam situasi yang sebenarnya merugikan.
Sementara, hal-hal yang harus dilakukan dalam
mengambil keputusan belajar adalah:
1.
Tentukan tujuan
belajar atau apa yang ingin diubah
2.
Tentukan siapa
dan apa saja yang terlibat/dibutuhkan
3.
Tentukan daftar
pilihan, tulis semua kemungkinan pilihan
4.
Tentukan skala
prioritas (dari semua pilihan yang ada)
5.
Tentukan arah
tindakan dan lakukan. Memulai dari sasaran kecil akan membantu mencapai sasaran
yang besar.
6.
Mengetahui
kapan anda telah sukses belajar. Berikan
hadiah terhadap diri anda. Misalnya: merayakannya dengan mentraktir diri
sendiri untuk makan, atau merayakannya dengan bermain gembira dengan
teman-teman. “Bermain” di sini maksudnya melakukan kegiatan yang menyenangkan
karena telah sukses. Sukses itu perlu dirayakan agar termotivasi untuk meraih
sukses selanjutnya.
7.
Tentukan dan
sadari ‘apa yang telah terjadi/tercapai’. Jika telah berjalan melalui proses
mengambil keputusan dan bertindak, tentukan langkah selanjutnya! Tentukan apa pilihan yang baru, bagaimana kita
mewujudkan pilihan yang baru itu menjadi tindakan? Ulangi lagi dari langkah 1,
yang dibahas di sini.
- BELAJAR: TAK MENGENAL BATAS
Bisa terjadi bahwa seseorang memiliki ijazah namun
belum prima dalam menjalankan tugas/pekerjaan tertentu sesuai tuntutan terkini.
Ini lumrah sebagai manusia: tidak bisa sempurna dalam segala hal pada setiap
waktu. Masih perlu belajar dan mengembangkan diri.
Walaupun ijazah dianggap sebagai representasi
legalitas bahwa seseorang telah dididik dan memiliki wawasan ilmu/pengetahuan
sesuai tingkat pendidikannya, namun bukan hanya ijazah, ilmu/pengetahuan harus di-update dan keterampilan terus
dikembangkan untuk mendukung ijazah. Kegiatan pelatihan dan ‘pendidikan khusus’
tetap diperlukan. Maka secara prinsip, pendidikan tidak statis, pendidikan
harus tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Ilustrasi khusus: (a) Seorang sarjana matematika
mengikuti pelatihan sebelum menjalankan tugas sebagai anggota PPS dalam pemilu,
(b) mengikuti pelatihan software matematika untuk mendukung kegiatan pembelajaran
di kelas, (c) guru mempelajari dan
membuat instrumen dan metode-metode pembelajaran yang sesuai perkembangan
zaman.
·
Bagaimana
jika: karakter bagus, berbakat dan terampil tapi tidak berijazah?
Ini ibarat sopir lincah, tapi tidak memiliki SIM.
Atau sarjana matematika murni masuk ke kelas tanpa akta mengajar. Terampil itu
menghidupkan! Tetapi aturan membuat hidup jadi lebih nyaman.
Banyak kenyataan bahwa seorang memiliki
keterampilan dan berbakat sehingga memiliki penghasilan tetap atas keterampilan
dan bakat tersebut. Itu sudah sangat nyata di lingkungan kita. Alangkah bagus
jika keterampilan didukung ijazah. Pada masa kini, umumnya keterampilan menjadi
syarat pengikut untuk memenangi persaingan antar tenaga kerja. Syarat utama
adalah berijazah, karena ijazah dinilai sebagai legalitas penguasaan konsep
ilmu, wawasan pengetahuan dan soft skill
lainnya. Maka, melanjutkan pendidikan adalah langkah untuk memberdayakan bakat
dan keterampilan.
Ilustrasi I:
Ilustrasi II
- PERAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN (MENDUKUNG UPAYA BELAJAR ANAK)
Dirinci
dari tingkat partisipasi terendah ke tinggi, berikut ini merupakan peran serta
masyarakat yaitu:
a) Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang
tersedia. Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk
mendidik anak-anak mereka.
b) Peran serta dengan memberikan kontribusi dana,
bahan, dan tenaga. Pada PSM (Peran Serta Masyarakat) jenis ini masyarakat
berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan
menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.
c) Peran serta secara pasif. Masyarakat dalam
tingkatan ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite
sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi
anaknya yang bersekolah dan orang tua menerima keputusan itu dengan
mematuhinya.
d) Peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyakarat
terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut membantu sekolah
ketika ada studi tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.
e) Peran serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya
sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya
pendidikan, masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi
dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya,
menjadi nara sumber, guru bantu, dsb.
Peran
serta dalam pengambilan keputusan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam
pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non akademis, dan ikut dalam
proses pengambilan keputusan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Saat KTS
berlaku, RPS merupakan agenda rutin di awal tahun ajaran.
- REMAJA SEBAGAI GENERASI PENERUS, FENOMENA KEHIDUPANNYA DALAM MASYARAKAT DAN CARA MENDIDIKNYA
Akhir-akhir
ini, banyak keluhan orang tua terhadap perilaku anaknya, misalnya ‘anak sulit dikendalikan’, ‘anak nakal dan berbuat sesuka hati’, ‘anak tidak
mau mendengarkan’, sering terjadi
perkelahian/tawuran/konflik antar pemuda/i’, dsb. Ini menjadi fenomena umum
terkini, padahal akses pendidikan kita makin maju. Apakah pihak sekolah
mendidik siswanya menjadi tukang tawuran? Tentu tidak demikian. Tetapi, mengapa
permasalahan ‘krisis remaja’ itu terjadi?
Riberu
(1984:49) menyatakan bahwa “seorang remaja menjauhi orang lain yang tidak
sepaham dengannya”. Anak remaja lebih suka melihat ke dalam dirinya
(introvert). Hal ini terjadi karena ia berada dalam tahap perkembangan, baik
fisik maupun mental. Ia belum kaya akan pengalaman. Maka, terjadilah anak
remaja melawan orang tua!
Bentrokan
sering terjadi karena salah persepsi dan senjang generasi (Riberu, 1984:79).
Dijelaskan bahwa bentrokan sering terjadi karena ‘salah sambung’. Artinya,
terjadi perbedaan persepsi, salah persepsi. Di sini, orang tua dipaksakan untuk
memahami kehidupan remaja. Namun, sebaliknya remaja dituntut harus memahami
‘tolok ukur’ yang diakui orang tua atau khalayak umum. Ketidakseimbangan anatara kehendak orang tua
dan ‘gejolak bathin remaja’ inilah
yang menimbulkan situasi ‘salah sambung’, sehinga terjadi konflik.
Konflik antar remaja, mengapa terjadi?
Krisis
remaja terjadi karena adanya gejolak bathin yang dialami muda-mudi. Gejolak ini
menyebabkan muda-mudi gelisah, tidak tenang, berontak dalam bathin, malahan
berontak secara terbuka.
Remaja
(muda/mudi) mulai bersikap acuh, kurang taat, sulit dikendalikan, sulit menerima
masukan dari orang tua, dsb. Dalam taraf ekstrim, akan terbentuk pribadi remaja
yang berperilaku liar, menjadi pengacau dan pembuat kerusuhan. Adanya sifat
sulit menerima masukan atau sulit mendengar pendapat orang lain menimbulkan
konfli antar remaja.
Bagaimana mendidik remaja?
Remaja
dididik melalui perbuatan nyata. Mendidik seorang remaja, sulit memakai
kata-kata, karena anak remaja cenderung bersikap tak acuh dan tidak mau
mendengar masukkan/pendapat orang lain, tidak mau didikte.
Masa
remaja merupakan masa dimana seorang mulai mengeksplore pengalaman dan mulai
menunjukkan perannya. Masa remaja penuh dengan ide, sehingga disebut idealis.
Salah
satu cara adalah membiarkan dia berbuat, mewujudkan idenya dan meminta dia
untuk tidak lari dari tangggungjawab, menerima segala resiko dari perbuataanya.
Dengan demikian, ia akan belajar dari pengalaman, ia membangun makna atas suatu
peristiwa. Pemaknaan inilah yang akan menjadi modal perbaikan diri selanjutnya.
Hal ini sudah banyak di lingkungan masyarakat bahwa seseorang yang pada waktu
muda dikenal ‘nakal’ bahkan ‘bengal/bandel’, lalu kemudian jadi sukses.
Namun tidak semua anak nakal itu sukses. Bisa
saja, kenakalan itu berdampak sangat buruk, menimbulkan kelainan mental bahkan
cacat fisik. Di sini, peran orang tua adalah mengarahkan, memberi peringatan
akan resiko dari perilaku seorang remaja. Dibutuhkan ilmu dan seni penyampaian
dari orang tua kepada remaja, agar mereka bisa menerima pendapat orang tua.
Izin ya admin..:)
ReplyDeleteYuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353