Berbicara atau menyanyi sementara tidur entah yang jelas atau tidak jelas sering kali merisaukan orang-orang sekitar. Bukan hanya terjadi pada anak-anak, orang dewasa pun masih ada yang mengalaminya. Biasanya terjadi pada usia 2 – 6 tahun.
Penyebabnya suka mengigau:
- Anak tidur dalam kondisi terlalu lelah baik secara fisik maupun emosi (perasaan). Bisa ditimbulkan karena aktivitas berlebihan sebelum tidur, misalnya loncat-loncat di kasur atau bercanda sampai tertawa terpingkal-pingkal
- Tidur terlalu larut sehingga anak dalam keadaan sangat lelah
- Lingkungan sekitar anak ketika tidur terlalu bising, misalnya tv yang menyala terus
- Adanya fantasi yang menegangkan/menakutkan dari film atau buku cerita yang dibaca anak
- Ada masalah dalam hubungan anak dengan orang tua atau di sekolah yang menimbulkan kecemasan sehingga terbawa saat tidur.
2. SULIT MAKAN TAPI SUKA MENGGODA ADIK
Jika anak tidak makan orang tua sering memaksa dengan mengancam. Ini suatu tindakan keliru. Jika kita menakut-nakuti anak dengan menyebut benda/hal tertentu, maka anak tersebut akan trauma dan takut pada objek yang mengancam tersebut. Jika ibu sering menakuti anak dengan mengatakan ‘awas dicubit Pak Satpam’ maka lama kelamaan anak akan takut pada satpam. Padahal, untuk mendukung pertumbuhan anak tidak boleh hidup di bawah ancaman. Dampak negatif lain, anak akan kebal ancaman, yang menimbulkan masalah baru lagi.
Anak tidak mau makan bisa disebabkan oleh ketidakcocokan antara selera/keadaan emosi/perasaan si anak dengan hal-hal seperti jenis makanan, suasana makan, cara pemberian makanan dan lain-lain.
Rekomendasi cara penanganan:
- Olah makanan dalam bentuk bervariasi.
- Ciptakan cita rasa atau jenis makanan bervariasi
- Orang yang menyajikan makanan disenangi anak
- Memanggil anak seusianya untuk makan bersama
- Kurangi kudapan, atau jangan memberi kudapan sama sekali di antara jam makan, termasuk susu, sehingga makanan utama diburu anak
- Biarkan anak makan sendiri. Anak pada usia 2 tahun sedang berusaha menunjukkan kemandiriannya, jadi ia akan senang sekali jika diberi kepercayaan makan sendiri. Jangan takut kotor degan makanan yang tercecer ke mana-mana. Lebih baik kotoran itu dibersihkan daripada anak tidak makan.
- Hindari memberikan porsi yang banyak kepada anak. Porsi yang banyak akan membuat anak tertekan perasaan: sulit menghabiskannya. Berikan porsi sedikit demi sedikit, jika anak merasa kurang, bisa ditambah.
- Makan diiringi musik lucu/tayangan anak-anak (tapi ini agak sulit bagi kalngan tertentu)
Jika suka menggoda adik, bisa terjadi karena anak merasa cemburu. Solusinya adalah berikan perhatian yang merata kepada anak. Bangun komunikasi, luangkan waktu bermain, atau beri perhatian pada semua hal yang dilakukan anak, secara merata. Jangan ada anak yang lebih diprioritaskan.
3. SUKA MEMAINKAN KEMALUAN
Anak usia 6 tahun sering kedapatan melakukan hal yang orang tua pikir aneh ini. Pada usia ini memang anak sudah dapat merasakan sensasi kenikmatan dari memainkan kemaluan. Dimulai dari keingintahuan anak terhadap bagian tubuhnya, ada rasa gatal yang hilang ketika digaruk, atau meniru dari apa yang dia lihat (dari teman atau tontonan).
Solusi:
- Pada saat pertama kali melihat itu anda sebaiknya: jangan memarahi, jangan menghukum atau jangan memukul tangan anak. Jika kita melakukan hal sebaliknya, maka anak akan merasa bersalah tetapi bingung dan tidak memahami mengapa ia dilarang melakukannya (padahal, dalam diri ia merasa nikmat!). Maka, jika anda tidak ada, ia akan mengulanginya.
- Yang boleh anda lakukan adalah mengalihkan tangan anak ke tempat lain atau mengalihkan perhatian anak dengan memanggil namanya dan meminta ia melakukan sesuatu.
- Beritahu anak bahwa kebisaannya itu ridak baik, karena ditertawain teman dan bisa mencelakai kemaluannya. Jika tangannya kotor, kemaluan bisa terinveksi kuman.
- Amati, kapan dia melakukan hal itu, kondisi apa yang mendorongnya melakukan hal itu. Apakah ketika ia sedang tidak ada kesibukan, sedang melamun, ataukah sedang cemas? Ada cerita teman bahwa anak menggosokkan kemaluannya ketika hendak mengikuti ujian. Ini dipicu rasa cemas menghadapi ujian. Menggosok kemaluan dijadikan aktifitas penghilang rasa cemas, karena memberi sensasi nikmat.
- Libatkan anak dalam kegiatan fisik, misalnya kerja ‘kecil-kecil’ di kebun, olahraga. Tujuannya agar energy berlebihan bisa dikeluarkan.
- Jika tetap terjadi, bawa anak ke dokter. Siapa tahu ada gangguan hieginitas seperti penyakit kulit yang menimbulkan efek gatal-gatal.
4. ANAK BERPERILAKU AGRESIF
Perilaku agresif anak ditandai dengan menyerang, memukul, memarahi teman, berteriak, menggigit, menjambak, dan sejenisnya. Perilaku ini bisa dianggapa wajar pada usia 1 – 3 tahun, karena pada usia ini anak memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan perasaan/emosi juga sulit mengekpresikan pemikirannya secara verbal. Anak jadi frustrasi, dan lebih mudah bereaksi secara fisik.
Perlu disadari bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang sangat besar dan sangat signifikan terhadap perkembangan seorang individu manusia. Perilaku agresif tidak timbul dengan sendirinya, akan tetapi anak mengalaminya karena melihat dari lingkungan.
Perilaku agresif juga disebabkan oleh sifat anak yang masih egosentris, yaitu anak masih sulit berempati, sulit merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan masih cenderung ingin diperhatikan. Ia tidak memahami bahwa jika ia memukul, orang yang dipukul akan merasa sakit. Maka, sangat perlu jika ia menggigit anda, tunjukkan bahwa gigitannya sakit. Tanyakan pula mengapa ia menggigit, memukul, mencubit, dsb.
Anak juga akan menjadi marah jika kondisinya sedang tidak baik: lapar, lelah, mengantuk, atau sakit.
Jika anak sedang tidur, anda sebaiknya tidak mengganggunya.
Mengganggu orang yang sedang menikmati 'keadaan tenang' adalah mengusik kedamaian dan ini berpotensi memicu amarah. Ini dapat terjadi pada manusia dewasa sekalipun.
Pengasuhan yang terlalu keras atau memanjakan juga bisa menimbulkan perilaku agresif. Misalnya orang tua sibuk bekerja, anak dititip pada pembantu. Ini bisa mengurangi rasa sayang yang diterima anak dari orang tuanya. Bisa terjadi, apa yang dilakukan orang tua tidak konsisten dengan yang dilakukan pembantu.
Salah satu cara mengatasi perilaku agresif adalah berikan perhatian anak pada perilaku positifnya sekecil apa pun itu. Catch him doing good! Berikan penghargaan pada perilaku positifnya. Dampaknya adalah anak akan memahami perilaku mana yang didambakan lingkungannya dan akan cenderung mengulanginya.
Anak juga bisa diajari mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk verbal. Ketika ia marah, bisa dibantu dengan mengenali perasaannya, misalnya
“anda marah ya, karena dilarang bermain di luar?”
Atau dengan kalimat
“kamu cukup bilang ‘aku marah’ maka saya sudah tahu kamu marah. Tidak perlu membanting-banting seperti itu”.
Ajarkan juga anak mengurus keperluanna sendiri, misalnya menyiapkan pakaian, makanannya. Ajarkan keterampilan misalnya keterampilan bersosialisasi, keterampilan bermain, atau keterampilan lain yang berhubungan dengan kebutuhannya.
Sumber utama: Buku “Tanya Jawab Seputar Anak”. Karya: Vera Hatibiliana K. Hadiwidjoyo, Psi.
No comments:
Post a Comment