Saturday, September 28, 2013

PIKIRAN, PENALARAN, DAN LOGIKA




PIKIRAN DAN PENALARAN
Untuk dapat memahami dan menjelaskan apa yang dialami, manusia perlu melakukan kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir mengandaikan adanya pikiran. Pengalaman dan rasa ingin tahu manusia sendiri sebenarnya sudah mengandaikan pikiran. Terdorong oleh rasa ingin tahu, pikiran mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan persoalan yang dihadapi. Kegiatan berpikir (dalam arti luas) memang lebih dari sekedar bernalar. Tetapi kegiatan pokok pikiran dalam mencari pengetahuan adalah penalaran. Maka, pikiran dan penalaran merupakan hal yang mendasari dan memungkinkan pengetahuan. Tanpa pikiran dan penalaran, tak mungkin ada pengetahuan. Penalaran sendiri merupakan proses bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya telah dietahui. Penalaran bisa berbentuk induksi, deduksi maupun abduksi. Induksi adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan umum (universal) dari pelbagai kejadian atau kasus khusus (partikular). Pembuatan perampatan (generalisasi) biasanya didasarkan atas adanya pola yang terus berulang. Misalnya, dari sekian banyak percobaan untuk memanasi pelbagai jenis logam dalam pelbagai situasi selalu tampak bahwa logam-logam itu memuai, secara induktif orang bernalar bahwa semua logam yang dipanasi akan memuai.
Sebaliknya, deduksi adalah bentuk penalaran yang berangkat dari suatu pernyataan atau hukum umum ke kejadian khusus yang secara niscaya dapat diturunakn dari pernyataan atau hukum umum tersebut. Misalnya, dari pernyataan umum semua logam akan memuai bila dipanasi; dapat disimpulan secara deduktif bahwa sebuah periuk berbahan logam akan memuai.
Abduksi adalah penalaran untuk merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang memungkinkan kebenarannya masih perlu diujicoba. Misalnya, semua pohon mangga di kebun Pak Amat adalah mangga jenis golek. Suatu saat, di dapur Pak Amat terdapat banyak buah mangga dan semuanya berjenis golek. Ada kemungkinan besar bahwa mangga tersebut dipetik  dari kebun Pak Amat sendiri.
Berkat kemampuannya menalar, manusia dapat mengembangkan pengetahuannya. Inilah yang membedakan manusia dari binatang. Binatang dapat memperoleh pengetahuan atau paling tidak memperoleh pengenalan akan lingkungannya, tetapi hanya berdasarkan kemampuan instingtifnya. Sebagai pengetahuan instingtif, pengetahuan binatang hanya terbaatas pada apa yang secara alami telah terprogram dalam struktur genetisnya. Pada manusia terbuka pelbagai kemungkinan. Berkat pikiran dan daya penalarannya, manusia tidak harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan sosial sekitarnya. Sebaliknya manusia dapat mengubah lingkungan alam dan sosial sekitarnya untuk disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhannya. Justru karena kemampuan mengubah lingkungan alam dan sosial sekitarnya ini, di antara makhluk hidup di bumi ini, manusia dapat menjadi faktor paling menyebabkan kerusakan ekologis. Tetapi berkat kemampuan berpikirnya manusia pulalah yang dapat memilih kemungkinan lain. Seekor kera dapat makan pisang dengan mengupas kulitnya dan meniru gerk-gerik manusia dalam memakannya tetapi hanya manusia yang dapat mengerti pelabagai kemungkinan yang bisa dilakukan dalam memakan pisang. Bisa langsung dimakan, digoreng, digodok, atau dibakar, pisang dalam bentuk pusang selai, kripik pisang, roti pisang, kolak pisang, dsb.

LOGIKA
Kegiatan penalaran tidak bisa dilakukan lepas dari logika. Tidak sembarang kegiatan berpikir disebut penalaran. Penalaran adalah kegiatan berpikir seturut asas kelurusan berpikir atau atau sesuai dengan hukum logika. Penalaran sebagai kegiatan berpikir logis memang belum menjamin bahwa kesimpulan yang ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar. Dalam penalaran deduktif yang penarikan kesimpulannya selalu berlaku niscaya, kebenaran pernyataannya tergantung dari apakah premis-premis (mayor dan minor) yang menjadi dasar penrikan kesimpulan memang benar. Misalnya, secara logis silogisme berikut sahih atau memenuhi hukum kelurusan berpikir:
Semua mahasiswa FMIPA pandai
Padahal Joko adalah mahasisa FMIPA
maka Joko pandai
Kesimpulan apakah Joko memang pandai atau tidak masih tergantung kebenaran premis-premis sebelumnya. Walaupun pengetahuan yang diperoleh dari penalaran yang memenuhi hukum logika belum terjamin kebenarannya, namun logika tetap merupakan suatu dasar yang amat perlu untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Sebab tanpa logika, penalaran tidak mungkin dilakukan, dan tanpa penalaran tidak akan ada pengetahuan yang benar.
Hanya penalaran yang membawa ke penyimpulan deduktif dapat dikatakan sahih (valid). Suatu penyimpulan bersifat valid kalau premis-premisnya benar dan kesimpulan yang ditarik daripadanya juga terjamin benar. Hanya penalaran deduktif membawa ke penarikan kesimpulan yang bersifat niscaya. Maka penalaran induktif dan deduktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, melainkan terjamin atau tidak, dilakukan secara baik atau tidak baik, tergantung dari apakah penyimpulannya dilakukan sesuai hukum-hukum penalaran atau tidak. Hanya penyimpulan deduktif mempunyai aturan kesahihan. Kajian atas aturan tersebut dilakukan dalam Logika Formal.
Argumen deduktif biasanya diungkapkan dalam bentuk silogisme. Setiap silogisme mempunyai dua macam premis (premis mayor dan premis minor) dan satu kesimpulan. Sebuah silogisme dapat bersifat kategoris, hipotetis, atau disjungtif.
Silogisme kategoris adalah silogisme yang terdiri dari proposisi-proposisi yang bersifat kategoris, yakni proposisi yang berbentuk S itu P atau S itu bukan P. Di samping kesimpulan, ada premis mayor dan premis minor. Premis mayor mengandung term mayor, premis minor mengandung term minor. Term mayor menjadi predikat kesimpulan, sedangkan term minor menjadi subjek kesimpulan. Term yang sama pada premis mayor dan minor disebut term penengah atau term pengantara (terminus medius).
Contoh:
Semua manusia dapat mati
Ken Arok seorang manusia
Ken Arok dapat mati
 Contoh di atas adalah silogisme kategoris yang bersifat afirmatif atau positif. Silogisme kategoris juga dapat bersifat negatif. Selain itu subjek dan predikatnya pun dapat ada perbedaan kuantitas. Maka secara umu ada 4 silogisme kategoris sejajar dengan empat jenis proposisi kategoris.
Afirmatif universal (A) :  Semua manusia dapat mati
Negatif universal (E) :  Semua manusia tidak dapat hidup terus di dunia
Afirmatif Partikular (I) :  Beberapa orang dapat berenang
Negatif Partikular (O)  :  Beberapa orang tidak dapat berenang

Silogisme hipotetis adalah silogisme dalam proposisi bersyarat. Premis mayor dalam silogisme hipotetis adalah suatu implikasi; suatu pernyataan dalam bentuk: Kalau ... maka ... Premis minor atau meneguhkan yang dipersyaratkan atau menolak akibatnya, dan kemudian menarik kesimpulan, entah dalam bentuk yang meneguhkan akibatnya atau menolak yang dipersyaratkan. Ada dua macam silogisme hipotetis, yaitu:
(1)   Modus Ponens:

(2)   Modus Tollens

Bentuk-bentuk silogisme hipotetis yang lain secara logis tidak sahih.
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang sahih hanya dalam salah satu kemungkinan yang menyingkirkan kemungkinan- kemungkinan yang lain.
Contoh:    Atau p, atau q, atau r
                 Tetapi bukan p dan bukan q
                 Maka r

Dikutip dari buku:
Epistemologi Dasar. Pengantar Filsafat Pengetahuan.   Karangan : J. Sudarminta. 

No comments:

Post a Comment