Saturday, September 28, 2013

Pengertian Afek (Affect), suasana Hati (Mood), Emosi (Emotion), dan Perasaan (Feeling)





A.     Pendahuluan
Kadang-kadang, sulit diuraikan perbedaan antara afek atau sikap, suasana hati, emosi, dan perasaan. Hal itu terjadi karena sebagian besar kita menganggap afek adalah sikap, dimana sikap sangat dipengaruhi oleh suasana hati dan perasaan. Hal ini tidak salah, sebab secara harafiah makna kata afek dan turunannya adalah sebagai berikut:


  1. [Istilah dalam bidang psikologis] afek  adalah perasaan dan emosi yang menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan yang pada kualitas senang dan tidak senang, nyaman mewarnai perasaan. Contoh: cinta, kebencian, kesukaan dan hobi
  2. [istilah dalam bidang kedokteran] afek  adalah perubahan perasaan karena tanggapan dalam kesadaran seseorang (terutama apabila tanggapan itu datangnya mendadak dan berlangsung tidak lama, seperti marah)
  3. Afeksi, bermakna (1) kasih sayang; dan (2) perasaan-perasaan dan emosi  (KBBI, 2008; disesuaikan)

 Terlihat bahwa afek atau afeksi erat dengan kejiwaan manusia, sebab istilah kedokteran juga menyangkut (terimplisit) kejiwaan manusia. Sementara itu, emosi adalah ungkapan perasaan. Kadang-kadang juga emosi dianggap sebagai suatu sikap, sehingga  sering kita dengar ungkapan ‘ia bersikap emosi’. Umumnya, yang dikenal selama ini adalah makna sempit dari ‘emosi’ karena emosi dikonotasian hanya bermakna marah. Padahal, emosi dibagi menjadi dua, yakni emosi positif dan negatif.

Dalam dunia pendidikan, guru dan semua stakeholder sebaiknya harus memahami makna masing-masing istilah tersebut. Secara operasional, mungkin saja kata-kata ini jarang dipakai sebagaimana makna ilmiahnya, seperti arti harafiah menurut kamus di atas. Akan tetapi, memahami makna istilah-istilah ini adalah bekal berharga agar guru, orang tua, atau pihak yang berpartisipasi dalam urusan pendidikan, mampu bersikap atau merancang strategi ‘mendidik´ yang benar-benar sesuai dengan kondisi psikologis anak didik atau siswa. Sebab, kegiatan pendidikan erat kaitannya dengan psikologi peserta didik.

Uraian dalam tulisan kali ini, dapat membantu kita memahami secara mendalam makna masing-masing istilah (kata) tersebut.

B.      Pengertian Afek (Affect),  suasana Hati (Mood), Emosi (Emotion), dan Perasaan (Feeling)
Afek, suasana hati, emosi dan perasaan memiliki kesamaan fungsi yaitu sebagai pemberi sinyal yang menimbulkan perubahan fisiologis dan psikologis pada individu untuk secara lebih adaptif merespons rangsangan (stimulus) dari lingkungan.

Afek:
Afek mencakup pengertian sikap, nilai-nilai (value), semangat belajar, tanggungjawab, dan keterlibatan emosi siswa (Bloom, 1982). Denton dan McKinney (2004) menunjukkan delapan aspek afektif yg berkorelasi posoitif dengan prestasi yaitu: (1) merasa mampu (2) menganggap penting (3)  komitmen melakukan tugas (4) Merasa rileks selama ikuti pelajarn (5) merasa sebagai anggota kelas, (6) merasa diterima dan dihargai oleh guru (7) merasa tertarik dengan pelajran  dan (8) mersa diterima dan dihrgai oleh teman2 kelas. 

Suasana Hati (mood) :
Merefleksikan perubahan temporer ‘afek’ berkaitan dengan harapan tentang kecenderungan umum positif atau negatif.  Sebagai bagian dari afek, suasana hati juga berfungsi untuk memberi sinyal atau informasi kepada individu tentang kemungkinan senang atau kecewa dalam suatu interaksi dengan lingkunagan sosial atau fisik. Suasana hati menjadi cerah jika lingkungan memberikan kesenangan dan menjadi muram jika lingkungan tidak memberikan kesenangan. Suasana hati yang baik dapat meningkatkan perilaku  kecenderungan mendekat ke interaksi sosial, perilaku prososial, dan tantangan. Sedangkan suasana hati yang buruk meningkatkan respon semakin menjauh dan membela diri.
Contoh, seorang anak dengan suasana hati tidak tenang, akan menolak untuk makan bersama keluarga, walaupun disajikan makanan yang sangat enak. Demikian juga, jika siswa mengikuti pembelajaran di kelas dengan ‘hati yang tidak tenteram’. Kosentrasi siswa tersebut besar kemungkinan akan terganggu sehingga materi pelajaran menjadi tidak bermakna, bahkan ia cenderung ingin segera pelajaran berakhir. Siswa seperti ini ingin segera bermain atau beraktifitas tanpa suatu aturan, beraktifitas secara tidak formal. Karena dengan demikian, ia akan merasa bebas dari suasana hati yang kacau.

Emosi :
Emosi merupakan jenis khusus dari afek yang merefleksikan eksistensi tujuan spesifik individu sehingga reaksi emosi lebih jelas dan lebih kuat daripada suasana hati yang bersifat umum dan temporer. Emosi primer bersifat universal artinya berlaku umum, dialami/diterima/diakui banyak orang. Yang termasuk emosi primer adalah senang/bahagia, sedih, takut, marah, terkejut, dan jijik. Misalnya saat melihat kue, semua orang ingin memakannya, sebaliknya jia melihat kotoran semua orang pasti jijik.
Emosi sekunder yaitu beberapa perilaku dilabeli emosi terutama emosi sosial, seperti perilaku malu, irihati, rasa bersalah, dan bangga. Ini tidak berlaku pada semua orang. Ada orang yang malu jika tampil menyanyi di depan umum, tetapi ada orang yang malah merasa bahagian dan bangga jika menyanyi dan ditonton banyak orang.
 Pembagian jenis emosi menurut Lazarus (1991, dalam Prawitasari 2012) membaginya menjadi dua yaitu (1) kelompok emosi negatif dan kelompok emosi positif. Emosi negatif: marah, takut, cemas, rasa bersalah, malu, sedih, irihati dan jijik; (2) Emosi positif: senang, bahagia dan cinta.  Emosi negatif muncul dari anggitan (appraisal) terhadap stimulus lingkungan yang tidak sesuai dan tidak sama (goal irelevance dan goal incongruence) dengan tujuan sehingga stimulus dipandang menunda, menghilangkan, menentang, atau bahkan mengancam tujuan individu. Emosi positif muncul dari anggitan terhadap stimulus lingkungan yang sesuai dan sama dngan tujuan (goal relevance dan goal congruence) sehingga stimulus dinilai mendukung pencapaian tujuan individu. Menurut Lewin (1992) tujuan individu adalah merefleksikan nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam hal intensitas, emosi mencakup dua keadaan yakni keadaan perasaan subjektif (emotion as state) dan kesiapan untuk bertindak [(action readiness, Lazarus, 1991; dalam Prawitasari, 2012)]. Ekspresi suatu emosi selalu melibatkan dua hal tersebut, yang selalu dibarengi dgn perubahan fisiolgis. Misalnya, marah selalu merupakan perasaan yg disertai dengan perubahan fisiologis spt aktifitas otak, biokimia tubuh, detak jantung, ritme pernafasan, dan tingkat tekanan darah di otot-otot, yg memungkinkan ndividu siap bertindak menyerang objek penyebab marah, baik secara verbal maupun non verbal, secara intensif daripada ketika ia sedang tidak marah. Demikian juga dgn jenis emosi lainnya spt takut, sedih, riang, gembira, jijik, dan terhina, selalu berkaitan dgn keadaan subjektif dan perubahan fisiologis yg menyiapkan individu utk bertindak tertentu. Menurut Frijda (2004), emosi bisa muncul dlm bentuk perilaku yg meledk-ledak atau impulsif.
Sebagai suatu keadaan dan kesiapan bertindak, emosi terwujud dalam reaksi spontan dan reaksi konstan (Lazarus, 1991). Dalam reaksi spontan, emosi akan muncul spontan ketika menghadapi situasi khusus dan anggitan khusus pula, misalnya, seorang siswa spontan marah letika bukunya dirobek teman. Sebagai reaksi konstan, suatu emosi ertentu menjadi respon permanen yang terwujud dalam kecenderungan konstan (tetap) seseorang. Artinya, seseorang sering menggunakan salah satu emosi dan tindakan tertentu dalam mereaksi berbagai lingkungan. Misalnya, dalam mereaksi inglah laku nakal siswa, seorang guru cenderung menggunakan emosi marah  dan menjewer telinga, sehingga siswa yg sering dimarahi dan dijewer akan mengatakan guru tersebut pemarah, memiliki sifat suka marah, atau mudah marah.

Perasaan:
Perasaan adalah emosi yg dirasakan dan diketahui oleh individu (Damasio, 1999, dalam Prawtasari, 2012). Manusia dilengkapi kesadaran yg memungkinkan dia mengetahui perasaannya, dan selanjutnya emosi berinteraksi dengan proses berpikir. Emosi yg dikenali oleh pikiran dapat meningkatkan kemampuan individu untuk merespons secara lebih adaptif, penuh kehati-hatian terhadap stimulus untuk bertahan hidup. Dengan demikian perasaan merupakan perlengkapan yang lebih kompleks daripada emosi karena sudah melibatkan kesadaran. Pola sinyal sensoris seperti sakit dan nikmat juga telah menjadi perasaan jika seorang telah mengetahui bahwa ia merasakannya, misalnya ia merasakan (mengetahui) sedang sakit atau merasa (mengetahui) sedang nikmat.

C.       Peran Panca Indera
Afek hingga emosi tidak akan pernah terjadi jika manusia tidak memiliki alat indra. Semua stimulus dari lingkungan diterima reseptor untuk diteruskan ke otak atau sumu-sum tulang belakang. Dengan pertimbangan otak (pikiran, penalaran) maka muncul reaksi berupa afek, suasana hati, mood, atau emosi dan perasaan. Kadang-kadang, rangsangan tidak ditanggapi dengan pertimbangan penalaran, tetapi otot tubuh dikomandoi secara otomatis untuk segera bereaksi. Misalnya, seorang menginjak kerikil tajam, maka dengan sendirinya akan terkejut dan secara refleks mengangkat kaki. Komando otomatis itu berpusat di sum-sum tulang belakang manusia.
Kelima panca indera manusia disebut external senses karena secara umum diyakini bahwa melalui kelima alat indra itu  kita berhubungan dengan dunia luar. Masing-masing alat indera memiliki objek sendiri-sendiri, namun kelimanya dapat secara bersama-sama atau berpasang-pasangan atau malahan secara simultan bekerja atas suatu rangsangan (membantu tubuh untuk memberi respon).
Kulit yang merasa sakit akan merangsang otak untuk memerintahkan organ mulut ‘berteriak’. Alat indera mebantu otak untuk menentukan sikap. Walaupun di masyarakat kita ada istilah ‘bersikap tanpa otak’, tetapi sebenarnya semua sikap (secara sadar) telah dipertimbangkan oleh otak. Emosi negatif pun, wajar secara alamiah sebagai manusia, dengan pertimbangan otaknya. Dalam hal ini, afek yang dipamerkan adalah kombinasi pertimbangan pikiran dan perasaan (feeling).   
Sesempurna apa pun alat indera manusia, tidak akan bermakna apa-apa jika tidak disertai perasaan. Hal ini menjadi dasar sehingga dalam peradabannya, manusia kemudian menciptakan nilai dan norma. Norma merupakan manifestasi (perwujudan) dari kumpulan afek manusia yang berkoloni dalam suatu komunitas sosial. Dalam hal ini, afek-afek tersebut diakui dan diterima derajat kebenarannya dalam komunitas. Contoh, nilai persatuan, ditunjukkan dengan sikap bersahabat, yang mana rangsangannya datang dari lingkungan berupa sesama manusia. Nilai religius, kekudusan masuk surga merangsang manusia untuk mewujudkan sikap taat beragama.  

Oleh: Sebastianus Fedi, S.Si
KEPUSTAKAAN
Prawitasari, Johana E. 2012. Psikologi Terapan-Melintas Batas Disiplin Ilmu. Jakarta, Erlangga.
Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar-Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius

4 comments:

  1. Izin ya admin..:)
    Yuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353

    ReplyDelete